Dorongan untuk berinteraksi dan berhimpun dalam suatu kominitas adalah fitrah manusia yang tidak dapat di bendung dengan katup apapun. Dia seiring dengan rencana penciptaan Allah SWT atas manusia. Manusia yang diciptakan-Nya terdiri dari laki-laki dan perempuan , lalu Dia jadikan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar mereka saling berinteraksi.
Adalah fitrah, atau keadaan awalnya manusia untuk selalu membutuhkan sesamanya untuk dia ajak bersama-sama menjalani kehidupannya. Tidak ada manusia yang dapat hidup secara normal di dalam kesendirian tanpa teman. Manusia butuh kebersamaan, yang dengan kebersamaan itu dia bangun wadah, wadah tempatnya mengaktualisasikan diri, mengekspresikan pikirannya dan mengembangkan kreatifitasnya. Dengan wadah itu dia perjuangkan tujuan bersamanya.
Kekuatan, drive atau dorongan inilah yang menjadi pendorong bagi sekelompok anak muda di Dusun Satoa untuk menghimpun diri mereka dalam suatu komunitas. Sehari-hari mereka berkumpul di simpang tiga jalan Poros Makassar-Bone dengan perkampungan baru di Kalihoe. Tempat itu dikenal dengan nama Ampi’-Ampirie.
Kegiatan mereka pada tahap awal masih sederhana, mereka berkumpul pada waktu senggang dan bercengkerama satu sama lain, sebagaimana layaknya para remaja mengisi waktu luangnya. Mereka memanfaatkan Pos Kamling yang dibangun persis di simpang tiga jalan ke Maddenge.
Kebersamaan memiliki dinamikanya sendiri, dinamika yang lama kelamaan akan menghadirkan kesadaran baru, harapan baru dan tuntutan baru. Kebersamaan ini ternyata tidak cukup hanya berkumpul, nongkrong, bersenda gurau atau menggeleng ke kiri dan ke kanan melihat mobil yang lewat didepan Pos Kamling tempat nongkrong mereka.
Mereka butuh sesuatu yang lebih dari sekedar berkumpul, mereka butuh identitas. Dan identitas itu harus diawali dengan pemilikan sebuah nama.
Ya… Sebuah Nama…
Rupanya tempat berkumpul mereka, Ampi’-Ampirie memberi inspirasi akan sebuah nama. Nama yang sederhana tapi mempunyai makna yang akrab. Sederhana namun menunjukkan suatu identitas dengan jelas.
Nama itu adalah… “AMPER” singkatan dari “Anak Ampi-Ampirie”.
Dengan nama itu dimulailah perjalanan aktualisasi diri dari para anak muda ini. Aktualisasi diri yang pada hakekatnya adalah dambaan naluriah dari setiap anak manusia. Dorongan aktualisasi diri yang menjadi motivasi dari terjadinya peristiwa dan karya-karya besar.
Dari hari ke hari upaya peneguhan eksistensi mulai berlangsung dengan berbagai bentuknya. Nama mereka ukir di tempat-tempat strategis diwilayah mereka. Mereka menampilkan diri dalam berbagai kegiatan meskipun masih terbatas . Tegasnya mereka telah menancapkan tonggak awal dari suatu organisasi remaja di Pattiro Deceng. Ini adalah kurun waktu antara tahun 1995 sampai tahun 2003. Anak-anak AMPER telah melakukan berbagai aktifitas untuk memuaskan tuntutan hati mereka sebagai kaum muda yang selalu terdorong untuk mengaktualkan dirinya, menunjukkan bahwa dirinya ada dan patut diperhitungkan.
Kegiatan-kegiatan diadakan dengan memanfaatkan kehadiran mahasiswa-mahasiswa yang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pattiro Deceng ini. Bekerja sama dengan mahasiswa Universitas Muhammadiyah di gelar “Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK)” yang pertama dengan mengambil tempat di Kantor Desa Pattiro Deceng yang saat itu sedang dalam proses penyelesaian. Pada acara perpisahan dengan Mahasiswa peserta KKN UNISMUH itu, mereka tampilkan sebuah “Drama Perjuangan” dengan bintang pelaku yang saat ini sudah berstatus ibu-ibu dan bapak-bapak. Sebuah acara “Renungan” mereka gelar melalui kerja sama dengan Pengurus Kecamatan Badan Koordinasi Pemuda dan Remaja Mesjid (BKPRMI) Camba.
Pada era itu struktur organisasi AMPER belum tertata dengan sistematis. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan diserahkan tanggung jawab pelaksanaannya pada panitia yang dibentuk khusus untuk kegiatan yang bersangkutan. Kepemimpinan diselenggarakan secara kolektif diantara para senior AMPER.
Bulan April 2003, melalui interaksi yang intensif dengan Mahasiswa KKN Universitas Islam Makassar, digelar Musyawarah Besar I (MUBES I) AMPER. Didalam MUBES I ini ditetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AMPER. Struktur Organisasi di tata dengan baik, pemilihan Ketua dilakukan dan terpilih Fahrul Arsyad sebagai Ketua AMPER periode 2003 -2005. Musyawarah Besar I ini juga membahas nama “AMPER” sebagai singkatan dari “Anak Ampi’-Ampirie”. Nama itu dirasa tidak cukup lagi untuk mewakili keberdaan mereka. Ukuran organisasi ini tidak lagi sebatas Ampi’-Ampirie. Di lain pihak, nama “AMPER” bagi mereka adalah identitas yang tidak boleh diganti. Nama itu harus dipertahankan tapi dengan mengganti kepanjangannya. Melalui perdebatan panjang yang nyaris berujung kebuntuan, mereka sepakat untuk mencantumkan dalam Anggaran Dasar bahwa “AMPER” adalah singkatan dari “Anak Muda Pemerhati Rakyat” Musyawarah Besar I ini adalah titik awal dimulainya era eksistensi AMPER sebagai organisasi remaja yang memenuhi kaidah organisasi yang ideal. Berbagai kegiatan dilaksanakan sebagai upaya peneguhan eksistensi. Bekerjasama dengan Mahasiswa Universitas Islam Makassar digelar “Pengkaderan” bagi anggota dengan tujuan untuk memberikan pencerahan dan penguatan spiritual bagi para anggota AMPER. Bekerjasama dengan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar digelar “Pencerahan Keagamaan” yang bertujuan untuk memberi pengetahuan keagamaan. Aktifitas yang bernuansa religius ini banyak dilakukan untuk mengimbangi dinamika anak-anak AMPER pada masa itu. Dinamika yang sering “meledakkan” gejolak yang mengantar anak-anak muda ini berpindah dari satu konflik ke konflik yang lain. Di masa ini eksistensi AMPER sering diwarnai konflik dengan anak-anak remaja dari desa lain. Ajang keramaian di tingkat kecamatan sering menjadi arenanya anak AMPER untuk menyalurkan kelebihan energi yang dimilikinya. Sungguh suatu dinamika yang secara psikologis adalah wajar bagi usia remaja, namun selalu dibayangi oleh resiko. Resiko yang harus dieliminir untuk mencegah jatuhnya korban yang lebih banyak. Cukup sudah AMPER kehilangan beberapa orang anggotanya akibat pengaruh samping dari dinamika itu.
Pertengahan 2007 digelar Musyawarah Besar II (MUBES II)AMPER. MUBES II menetapkan Adi Mahmud sebagai Ketua AMPER. Dalam MUBES II ini juga mengemuka wacana pergantian kepanjangan dari nama “AMPER”. Pengertian “Anak Muda Pemerhati Rakyat” dirasa memberi beban yang sangat berat pada organisasi remaja ini. Bagi mereka peranan untuk memperhatikan rakyat adalah klaim yang berlebihan dari sebuah organisasi remaja seperti mereka. Mereka sepakat untuk mencari kepanjangan lain dari “AMPER” karena “AMPER” bagi mereka adalah Trade Mark atau identitas yang tidak boleh diganti, mereka harus mencari kepanjangan lain yang lebih realistik dan jelas. Kembali terjadi perdebatan panjang untuk sebuah nama. Dan rupanya kebanggaan pada desa tempat bermukimnya menginspirasi mereka akan sebuah nama “Angkatan Muda Pattiro Deceng“ sebagai kepanjangan yang baru dari “AMPER”.
Bahtera baru Angkatan Muda Pattiro Deceng diluncurkan. Berbagai kegiatan dilaksanakan untuk memberi makna pada eksistensi. Karena eksistensi tanpa perbuatan adalah eksistensi tanpa kehormatan.
13 Februari 2010 digelar Musyawarah Besar III (MUBES III)Angkatan Muda Pattiro Deceng AMPER. Ditetapkan Adi Mahmud untuk memimpin AMPER kembali periode 2010-2012. Didalam MUBES III mengemuka pemikiran untuk memperluas sifat keanggotaan AMPER. Kalau selama ini anggota AMPER hanyalah pemuda dan remaja yang bermukim di Desa Pattiro Deceng, maka dirasa perlu untuk menampung minat remaja yang berasal dari luar Desa Pattiro Deceng. Ini didasari oleh sifat dari organisasi AMPER yang terbuka dan realita kekinian yang menuntut sikap terbuka.
AMPER tidak boleh menutup diri namun harus tetap mempertahankan jati dirinya. Identitas Angkatan Muda Pattiro Deceng harus tetap dipertahankan tapi dalam hal keanggotaan dapat menerima remaja dari luar Desa Pattiro Deceng dalam lingkup Kecamatan Camba yang berminat untuk menyemarakkan kebersamaan di dalam AMPER.
Setiap organisasi harus mampu memperoleh informasi dari luar untuk memperoleh gambaran dirinya secara obyektif. Seperti kata orang bijak bahwa “... dengan sebuah cermin kita bisa melihat wajah kita, tapi dengan dua buah cermin kita bisa sekaligus melihat tengkuk kita ... “. Beberapa tanggapan, harapan dan saran pun menegemuka dari dari para orang tua terhadap AMPER, yang bisa menjadi bahan introspeksi untuk meningkatkan kualitas langkah di masa datang.
Sumber energi bagi sesorang untuk mengikatkan diri dalam suatu kebersamaan adalah HARAPAN. Harapan akan apa yang dapat diperolehnya dari kebersamaan itu. Harapan inilah yang kemudian diakumulasi menjadi sebuah tindakan real yang nantinya akan membuat organisasi AMPER kan selalu eksis.
No comments:
Post a Comment